EFEK RUMAH KACA
PENGERTIAN EFEK RUMAH KACA
Dunia memperoleh sebagian besar
energi dari pembakaran bahan bakar fosil yang berupa pembakaran minyak bumi,
arang maupun gas bumi. Ketika pembakaran berlangsung sempurna, seluruh unsur
karbon dari senyawa ini diubah menjadi karbon dioksida. Senyawa karbon dari
bahan bakar fosil telah tersimpan di dalam bumi selama beratus-ratus milliar
tahun lamanya.
Dalam jangka waktu satu atau dua
abad ini, senyawa karbon ini dieksploitasi dan diubah menjadi karbon dioksida.
Tidak semua karbon dioksida berada di atmosfir (sebagian darinya larut di laut
dan danau, sebagian juga diubah menjadi bebatuan dalam wujud karbonat kalsium
dan magnesium), tetapi hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar CO2 di
atmosfir perlahan-lahan meningkat tiap tahun.
Peningkatan dari kadar CO2 di
atmosfir menimbulkan masalah-masalah penting yang disebabkan oleh alasan-alasan
berikut ini. Karbon dioksida memiliki sifat memperbolehkan cahaya sinar tampak
untuk lewat melaluinya tetapi menyerap sinar infra merah. Agar bumi dapat
mempertahankan temperatur rata-rata, bumi harus melepaskan energi setara dengan
energi yang diterima. Energi diperoleh dari matahari yang sebagian besar dalam
bentuk cahaya sinar tampak. Oleh karena CO2 di atmosfer memperbolehkan
sinar tampak untuk lewat, energi lewat sampai ke permukaan bumi.
Tetapi energi yang kemudian
dilepaskan (dipancarkan) oleh permukaan bumi sebagian besar berada dalam bentuk
infra merah, bukan cahaya sinar tampak, yang oleh karenanya disearap oleh
atmosfer CO2. Sekali molekul CO2 menyerap energi dari sinar infra merah,
energi ini tidak disimpan melainkan dilepaskan kembali ke segala arah,
memancarkan balik ke permukaan bumi.
Sebagai konsekuensinya, atmosfer
CO2 tidak menghambat energi matahari untuk mencapai bumi, tetapi
menghambat sebagian energi untuk kembali ke ruang angkasa. Fenomena ini disebut dengan Efek rumah kaca. Efek rumah kaca,
yang pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier pada tahun 1824, merupakan
proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit)
yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya. Mars, Venus, dan benda
langit beratmosfer lainnya (seperti Satelit alami, Saturnus, Titan) memiliki
efek rumah kaca.
PENYEBAB EFEK RUMAH KACA
Efek rumah kaca disebabkan karena
naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer.
Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikanpembakaran bahan
bakar minyak, batubara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan
tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya.
Energi yang diserap dipantulkan
kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Namun
sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan
gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek
rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara
siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Selain gas CO2, yang dapat
menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO)
dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana
dan Cloro Floro Carbon(CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam
meningkatkan efek rumah kaca.
Gas rumah kaca
Gas rumah kaca adalah gas-gas
yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas-gas tersebut
sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat
aktivitas manusia.
Gas rumah kaca yang paling banyak
adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan
sungai. Karbondioksida adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai
proses alami seperti : letusan vulkanik, pernapasan hewan dan manusia (yang
menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida), dan pembakaran material
organik (seperti tumbuhan).
Karbondioksida dapat berkurang
karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses
fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke
atmosfer serta mengambil atom karbonnya.
Uap air
Uap air adalah gas rumah kaca
yang timbul secara alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek
rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktivitas
manusia tidak secara langsung memengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada
skala lokal. Dalam model iklim, meningkatnya temperatur atmosfer yang
disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan
meningkatnya kandungan uap air di troposfer, dengan kelembapan relatif yang
agak konstan.
Meningkatnya konsentrasi uap air
mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca, yang mengakibatkan meningkatnya
temperatur, dan kembali semakin meningkatkan jumlah uap air di atmosfer.
Keadaan ini terus berkelanjutan sampai mencapai titik ekuilibrium
(kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai umpan balik positif
terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan gas-gas rumah kaca seperti
CO2. Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga berakibat secara tidak
langsung melalui terbentuknya awan.
Karbondioksida
Manusia telah meningkatkan jumlah
karbondioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar
fosil, limbah padat, dan kayu untuk menghangatkan bangunan, menggerakkan
kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang
mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk
diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian. Walaupun lautan dan
proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer, aktivitas
manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan
alam untuk menguranginya.
Pada tahun 1750, terdapat 281
molekul karbondioksida pada satu juta molekul udara (281 ppm). Pada Januari
2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm (peningkatan 36
persen). Jika prediksi saat ini benar, pada tahun 2100, karbondioksida akan
mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm. Estimasi yang lebih tinggi malah
memperkirakan bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali lipat bila
dibandingkan masa sebelum revolusi industri.
Metana
Metana yang merupakan komponen
utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang
efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan
karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi dan transportasi batu bara,
gas alam, dan minyak bumi.
Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah
organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh
hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan.
Sejak permulaan revolusi industri pada pertengahan 1700-an, jumlah metana di
atmosfer telah meningkat satu setengah kali lipat.
Nitrogen Oksida
Nitrogen oksida adalah gas
insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan
bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Ntrogen oksida dapat menangkap panas 300
kali lebih besar dari karbondioksida. Konsentrasi gas ini telah meningkat 16
persen bila dibandingkan masa pre-industri.
Gas lainnya
Gas rumah kaca lainnya dihasilkan
dari berbagai proses manufaktur. Campuran berflourinasi dihasilkan dari
peleburan alumunium. Hidrofluorokarbon (HCFC-22) terbentuk selama manufaktur
berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan (furniture), dan
tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di beberapa negara berkembang masih
menggunakan Cloro Floro Carbon (CFC) sebagai media pendingin yang selain mampu
menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan yang melindungi
Bumi dari radiasi ultraviolet).
Selama masa abad ke-20, gas-gas ini telah
terakumulasi di atmosfer, tetapi sejak 1995, untuk mengikuti peraturan yang
ditetapkan dalam Protokol Montreal tentang Substansi-substansi yang Menipiskan
Lapisan Ozon, konsentrasi gas-gas ini mulai makin sedikit dilepas ke udara.
Para ilmuan telah lama
mengkhawatirkan tentang gas-gas yang dihasilkan dari proses manufaktur akan
dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada tahun 2000, para ilmuan
mengidentifikasi bahan baru yang meningkat secara substansial di atmosfer.
Bahan tersebut adalah trifluorometil sulfur pentafluorida. Konsentrasi gas ini
di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun masih tergolong langka
di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh lebih besar dari gas-gas
rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat ini sumber industri
penghasil gas ini masih belum teridentifikasi.
DAMPAK EFEK RUMAH KACA
1.
Iklim
di Bumi Menjadi Tidak Stabil
Akibat meningkatnya suhu
permukaan bumi maka sebagan gunung-gunung es telah mencair dan mengakibatkan kenaikan
air laut. Hal ini juga menyebabkan daerah-daerah yang dulunya mengalami
kejadian salju ringan mungkin dimasa mendatang tidak akan mengalaminya lagi.
Temperatur pada saat musim kemarau maupun musim dingin akan terasa meningkat,
bahkan sekarang di daerah perkotaan sudah bias dirasakan panasnya suhu meskipun
sedang musim penghujan.
Selain itu, kondisi ini juga berdampak pada molekul air
yang akan semakin cepat m,engalami penguapan dari permukaan tanah dan bukan
tidak mungkin cuaca pun akan semakin ekstrim sehingga akan lebih sering terjadi
badai, putting beliung maupun banjir.
2.
Peningkatan
Permukaan Air Laut
Mencairnya gunung-gunung es yang
berada di kutub belakangan ini berdampak pada meningginya permukaan air laut
antara 10 – 25 cm selama abad 20 dan diprediksi akan terjadi peningkatan air
laut hingga 8 – 99 cm pada abad 21. Hal ini dapat memicu terjadinya erosi pada
tebing pesisir pantai, semakin sering terjadi banjir rob, mengancam kepunahan
ekosistem di laut maupun di darat bahkan bisa menenggelamkan beberapa pulau di
dunia.
Menurut perhitungan simulasi, Efek Rumah Kaca telah meningkatkan
suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca
tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara
1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di
atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari
permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi
menjadi meningkat.
3.
Krisis
Pangan
Dengan adanya kejadian ini,
menyebabkan bumi dalam kondisi yang lebih hangat.Ada beberapa daerah yang
diuntungkan namun lebih banyak daerah yang mendapatkan dampak negative. Namun
pada dasarnya tanaman-tanaman yang ada di bumi baik berupa tanaman pangan (
sayur, buah ) maupun tanaman kayu berpotensi lebih besar mendapat gannguan dari
serangan hama dan penyakit.
4.
Gangguan
Ekologis
Sebagai bentuk kan keberlanjutan
manusia dalam mengekspansi bumi ini maka akan mengakibatkan hewan da
tumbuh-tumbuhan menjadi mahkluk hidup yang paling terancam dalam perkembangan
efek rumah kaca. Hewan-hewan diprediksi akan cenderung bermigrasi kea rah kutub
atau ke atas pegunungan .
Tumbuhan akan mengalami evolusi maupun mengubah arah
pertumbuhannya mencari daerah baru klarena habitatnya yang sli
mengalami perubahan suhu yang lebih hangat. Tetapi dengan tingginya tingkat
pertumbuhan manusia dapat mengakibatkan trerjadinya pemusnahan spesies baik
hewan maupun tumbuhan.
5.
Sosial
Politik
Perubahan cuaca yang ekstrim akan
memicu kegagalan panen sehingga hal ini dapat mengakibatkan kekurangan pangan
dan malnutrisi. Kejadian-kejadian diatas akan menimbulkan permasalahan baik
penyebaran penyakit maupun pengungsian-pengungsian.
6.
Ketahanan
Pangan Terancam
Produksi pertanian tanaman pangan
dan perikanan akan berkurang akibat banjir, kekeringan, pemanasan dan tekanan
air, kenaikan air laut, serta angin yang kuat. Perubahan iklim juga akan
mempengaruhi jadwal panen dan jangka waktu penanaman. Peningkatan suhu 10C
diperkirakan menurunkan panen padi sebanyak 10%.
7.
Rusaknya
Ekosistem
Banyak jenis makhluk hidup akan
terancam punah akibat perubahan iklim dan gangguan pada kesinambungan wilayah
ekosistem (fragmentasi ekosistem). Terumbu karang akan kehilangan warna akibat
cuaca panas, menjadi rusak atau bahkan mati karena suhu tinggi.Meningkatnya
suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat
ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem
lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di
atmosfer.
USAHA-USAHA UNTUK MENANGGULANGI EFEK RUMAH KACA
1.
Menciptakan
dan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan
Tahukah Anda bahwa gas karbon dioksida cukup besar disumbangkan dari asap kendaraan bermotor yang tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu, Anda perlu memilih bahan bakar alternatif seperti biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar yang dibuat dari berbagai lemak tanaman atau pun hewan yang ramah lingkungan.
Ada banyak tanaman yang bisa dijadikan sebagai sumber lemak untuk
pembuatan bahan bakar, diantaranya adalah biji jarak, zaitun, bunga matahari
dan sebagainya. Sementara dari jenis lemak hewani, lemak ayam merupakan bahan
murah yang mudah didapat dan bisa dibuat sebagai bahan bakar ramah lingkungan.
Saat ini telah banyak ditemukan berbagai penelitian tentang biodiesel.
Penggunaan biodiesel secara jelas akan membantu mengurangi efek rumah kaca.
2.
Penghijauan
di muka bumi
Tanaman hijau merupakan salah satu solusi utama untuk mengurangi timbunan gas karbon dioksida di udara. Dimana pada proses fotosintesis tanaman, gas tersebut dibutuhkan sebagai komponen utama. Oleh karena itu, dengan melakukan penghijauan melalui penanaman pohon hijau, atau pemeliharaan hutan-hutan lindung di muka bumi, secara langsung akan membantu menyerap timbunan gas rumah kaca di udara, sehingga kondisi udara pun dapat disaring dan akhirnya akan bersih kembali. Gerakan menanam pohon merupakan langkah mudah untuk mencegah efek rumah kaca. Kita juga dapatMoratorium penebangan hutan dan kampanye menanam pohon di setiap rumah.
3.
Listrik
Ramah Lingkungan sebagai sumber energi utama
listrik dengan pembangkit yang tidak memakai Bahan Bakar Minyak (BBM).Cukup menggunakan energi air terjun atau hempasan angin dan matahari yang jelas-jelas melimpah ruah di segala penjuru Indonesia yang beriklim tropis ini. Ini langkah mewujudkan janji mengurangi emisi karbon sampai 26 persen pada tahun 2020.
4.
Dampak
Program mobil murah terhadap Efek Rumah Kaca
Menurut Menteri Koordinator
Perekonomian Hatta Rajasa, Low Cost Green Car (LCGC) atau Mobil Murah
Ramah Lingkungan dengan kisaran harga dibawah Rp 100 juta merupakan strategi
pemerintah yang bertujuan untuk:
a. Mengurangi
konsumsi bahan bakar minyak.
b. Mewujudkan
komitmen pemerintah mengurangi 26 persen efek gas rumah
kaca pada 2020.
Namun pada kenyataannya :
Kehadiran
LCGC bertentangan dengan program pemerintah yaitu mengurangi penggunaan subsidi BBM, karena yang menggunakan LCGC adalah masyarakat menegah. Bisa jadi,
penggunaan LCGC dapat meningkat pengunaan BBM bersubsidi. Sehingga dapat
menyebabkan Efek Rumah Kaca karena Salah satu sumber penyumbang
karbondioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil seperti Bahan Bakar
Minyak (BBM).
Penggunaan
LCGC tidak menjamin mengurangi 26 persen efek gas rumah kaca, karena pengaruh
mobil sangat kecil ketimbang menjamurnya pembangunan gedung-gedung pencangkar
langit yang menyebabkan semakin mengecilnya taman-taman kota dan ruang-ruang
terbuka lainnya.
Referensi :